Menuju Senja" adalah sebuah perjalanan sinematik dalam wujud lagu, sebuah refleksi mendalam tentang perjalanan hidup yang tak terelakkan menuju sebuah akhir. "Senja" di sini berfungsi sebagai metafora yang multi-layer; ia bisa berarti masa tua, akhir suatu hubungan, kematian, atau sekadar pencapaian ketenangan batin setelah melewati perjuangan panjang. Lagu ini dimulai dengan langkah kaki yang teratur, bagai detak jam kehidupan, membawa pendengarnya menyusuri jalan kenangan.
Lirik "Sesekali ku menengok ke belakang, ada cerita yang tercecer" dengan puitis menggambarkan tindakan merefleksikan masa lalu—penyesalan yang tertinggal, kenangan indah yang terlupakan, dan jejak-jejak yang telah ditinggalkan. Namun, lagu ini tidak terasa putus asa. Justru, ada semacam penerimaan dan harapan yang lembut. "Di ujung sana nanti, kuharap kau ada" adalah sebuah doa universal; harapan untuk ditemani oleh sang kekasih, Tuhan, atau sekadar kedamaian itu sendiri di ujung perjalanan. "Menuju Senja" adalah pengakuan yang tenang bahwa hidup adalah sebuah perjalanan linear, dan keindahannya terletak pada segala cerita yang tercecer sepanjang jalan, serta pada harapan akan ketenangan di tujuan.
Mungkin kamu penasaran tentang lagu Payung Teduh yang berjudul Menuju Senja ini sebenarnya menceritakan tentang apa? Tak perlu gelisah, karena pada kesempatan kali ini kita akan menemanimu mengulik makna di balik lirik lagu Menuju Senja. Tanpa berlama-lama lagi, mari kita mulai pembahasannya dari bait pertama!
Analisis Lirik Lagu Menuju Senja dari Payung Teduh

Pada awal lagu Menuju Senja, tersirat gambaran lembut tentang sore hari yang perlahan meredup, membawa ketenangan di antara warna jingga yang menenangkan jiwa. Suasana senja itu seolah mengajak pendengarnya untuk berhenti sejenak, mengenang masa-masa indah yang pernah singgah. Di balik keindahan cahaya yang memudar, terselip rindu yang sulit diungkapkan — rindu akan seseorang yang pernah hadir dan memberi makna dalam perjalanan hidup.
Dalam kerinduan yang dalam, sering kali terselip rasa perih — saat kesadaran perlahan datang bahwa segalanya telah berubah. Waktu berjalan tanpa bisa dihentikan, dan orang-orang yang dulu begitu berarti kini hanya tinggal kenangan. Mereka tak lagi hadir di sisi, tak bisa lagi disapa, kecuali lewat bayangan di ingatan.
Ada kalanya, kerinduan itu tak menuntut tindakan apa pun. Bukan karena tidak ingin, melainkan karena memang tak ada lagi yang bisa dilakukan. Yang tersisa hanyalah mengenang — mencoba berdamai dengan rasa yang tak berbalas, merelakan tanpa melupakan, dan mencintai dalam diam tanpa harapan untuk bertemu kembali.
Kematian dalam lagu ini tidak selalu harus dimaknai sebagai berakhirnya kehidupan secara fisik. Ia bisa menjadi simbol dari sebuah akhir — seperti berhentinya rasa cinta kepada seseorang karena waktu dan keadaan telah mengubah segalanya. Cinta yang dulu menghangatkan kini perlahan memudar, hilang bersama kenangan yang ikut tenggelam dalam senja.
Namun, makna lagu Menuju Senja sesungguhnya jauh lebih luas dari sekadar kisah kehilangan kekasih. Lagu ini bisa pula dibaca sebagai ungkapan rindu kepada sosok-sosok yang telah tiada — entah itu ibu, ayah, keluarga, atau orang terkasih yang kini hanya dapat dikenang lewat doa dan ingatan. Bahkan bisa juga menggambarkan kelelahan seseorang yang pulang di sore hari, menatap langit jingga dengan tubuh letih, seolah “mati suri” di tengah hiruk-pikuk kehidupan.
Menuju Senja adalah lagu yang terasa seperti puisi yang dilagukan — setiap baitnya tersusun indah, setiap nadanya menyentuh, membentuk rangkaian kisah yang penuh perenungan dan makna.
Dalam sebuah vidio dokumenternya, Bang Is mengungkapkan bahwa makna sebenarnya di balik lagu Menu-ju Senja adalah "yang saya rasakan setiap senja itu kematian-kematian kecil, entah sedang di atas gunung tepi danau, pantai, ataupun taman. Saya suka mengcapture kelelahan-kelelahan di wajah orang. Lagu menu-ju senja saya dedikasikan untuk makhluk-makhluk yang selalu mati di setiap senja."
Bang Is juga pernah bilang jika lagu Menuju Senja ini terinspirasi dari lagu grup band Sore yang berjudul Setengah Lima. "Menurutku, sambungan lagu Setengah Lima itu ya Menuju Senja. Tapi menurutku lho ini ya!"
Harum mawar di taman
Menusuk hingga ke dalam sukma
Dan menjadi tumpuan rindu cinta bersama
Di sore itu menuju senja
Bersama hati yang terluka
Tertusuk pilu, menganga luka itu
Di antara senyum
Dan menapaki jejak kenangan
Di sore yang gelap ditutupi awan
Bersama setangkup bunga cerita yang
Kian merambat di dinding penantian
Ada yang mati saat itu dalam kerinduan (dalam kerinduan)
Yang tak terobati
Harum mawar di taman
Menusuk hingga ke dalam sukma
Dan menjadi tumpuan rindu cinta bersama
Di sore itu menuju senja
Baru saja ku beranjak
Beberapa saat sebelum itu
Ada yang mati menunggu sore
Menuju senja bersama
Harum mawar di taman (hu-hu-uh-uh)
Menusuk hingga ke dalam sukma
Dan menjadi tumpuan rindu cinta bersama
Di sore itu menuju senja
Komentar
Posting Komentar